Kosong (ambon)

Kosong....
Perjalanan mengarungi angkasa menuju ambon, kutemukan deruan awan yang melintang terserah, bebas semaunya. Lagi ombak bersua dengan mataku, gugusan awan menggodaku. Ramai namun kosong, itulah yang kurasakan, saat sekertaris daerah berada tepat di seat sebelahku pun aku biasa saja, kumenikmati deru mesin pesawat yang mengaung dari sayap singa (wings) yang kutumpangi ke negeri selanjutnya. Ada angka 30,15,0, disayap pesawat, aku tak mengerti itu apa yang kutahu aku tengah diterbangkan besi. Entah 30 kali kukagum ini tidak akan ada habisnya, meski 15 kali ku tuliskan dengan pena di buku usang kekagumanku takkan pernah usai, atau angka tak terhingga sekalipun kunikmati kesyukuran ini.
Indah nian cipta karya Allah SWT. Mengatur dan membagi-bagi rejeki, tersusun acak namun indah, putih halus tak bisa kugerapai, biru merona tak bisa ku sentuh, hanya bisa kupandang dan kunikmati dengan mataku yang dipuaskan oleh lega hati tentang semua yang terjadi hari ini.
Lepas landas pada pukul 16.45,pesawat berhasil terbang. Dan kumulai menuliskan kisahku yang baru, ini tentang kejadian tadi sebelum kami berangkat, kami sudah selesai menghubungi mobil jemputan, berpamitan dengan teman-teman seperjuangan, dan tiba-tiba dari kampung bapak piara erlin menelpon, katanya mama sedang sakit dan sedang menuju rumah sakit fatimah saumlaki, erlin mulai resah dan menghubungi mamanya yang sedang dalam perjalanan, mendengar hal itu saidah pun tak bisa tenang, kutanya tentang hal tersebut, dan kusimpulkan untuk menjenguk mama sebelum kami berangkat, bergegas ke mobil dan mengarahkan supir ke rumah sakit,
Sesampainya di rumah sakit kami kebingungan, bagaimana tidak rumah sakit fatima yg kami tuju sudah usang dan koyak tak ad satu orangpun, yang kami jumpai adalah tulisan yang mengatakan bahwa sudah pindah kegedung baru, segera supir bertanya dan ternyata jarak rumah sakit yang lama dengan yang baru dekat sekali, kami hampir tidak tenang mengingat kami sedang bermain dengan waktu, mengingat penerbangan kami ke molluccas adalah pukul 14.45 dan waktu sudah menunjukkan 13.30..
Erlin kemudian menelpon mamanya, telpon diangkat dan katanya kami sudah di RS fatima, tapi kami tidak menjumpai mama disana karena ternyata kami tiba lebih awal, menoleh kebelakang dari atas mob kami mendapati mama dan keluarganya mengendarai ojek, telpon pun ditutup. Bergegas mengambil mama dri motor dan mengiringnya ke dalam ruang UGD.
Mama terlihat begitu lemas, gula darahnya tinggi, kepalanya pusing dan matanya merah, tapi yang kusalutkan ia masih bicara dan menanyakan keberangkatan kami, erlin dan saidah terlihat sangat tidak mood melihat kondisi mama piaranya, namun saidah kembali mood setelah suster menyatakan mama tidak apa-apa dan dokter akan segera menanganinya, namun erlin masih terdiam, berfikir bahwa ia harus menjaga mamanya, terlihat jelas kesedihan yang begitu dalam, dari cara bicara dan tingkah lakunya.
Melihat semua itu aku terbawa suasana, lalu kemuadian supir mengingatkanku untuk segera ke bandara, waktu menunjukkan pukul 13.45 dan supir menambahkan bahwa kemarin ad yang ketinggalan pesawat. Aku terjaga dari sedihku dan kutanyakan fitri tentang ini, ia mengatakan ya ayo kita pergi, kutanya saidah dan ia juga sudah bisa melepas keadaan mamanya. Namun erlin tetap diam.
Fitri mengatakan sepertinya erlin tidak jadi berangkat, saidah membenarkan, aku juga tidak tahu harus bagaimana.
Kemudian aku sedikit berbicara dengan mama dan mulai menanyakan keberangkatan ke erlin, "pergi sudah nak, mama seng apa-apa" kata mama.
Melihat keadaan ini aku juga rapuh, erlin mulai berkaca-kaca. Ia keluar dan menangatakan kepada kami bahwa ia tidak jadi berangkat, semua terjadi begitu saja,
Kulihat waktu semakin sempit, supir Kami memutuskan berangkat, sebelum kami naik ke mobil sekali lagi kami semua mengatakan kepada erlin bahwa semua akan baik-baik saja, dan mengajaknya kembali.
Ia pun berubah pikiran, katanya tunggu aku harus pamit kalau begitu, dengan sigap ia masuk ke kamar UGD, kujumpai ia pamit dan.meninggalkan air mata dipipinya, kulihat jam sudah menunjukkan 13.55 dan akupun kembali pamit ke mama. Kulihat mama menangis, ia tak mau kami mengkhawatirkannya,
Memang ada banyak keluarga yang mengantarnya dan mengatakan adik pergi sudah, namun erlin memiliki pertanyaan di dalam hatinya, "bagaimana kalau orang2 berkata anak2 nya lebih memilih jalan-jalan daripada menjaga mamanya"
Kmi pun berangkat ke bandara dan menjadi penumpang di bagian akhir. Tuhan sudah mengatur kami yang paling belakang dengan semua kejadian ini. Hampir saja kami tidak jadi berangkat namun inilah takdir yang diberikan tuhan.
Kembali kulirik ke jendela pesawat, awan masih putih, matahari masih bersinar,laut masih membiru, kukosongkan pikiranku pada paradigma kosong dalam pandanganku, tenang, damai, indah.
Sebentar lagi kami sampai di Ambon, kurang lebih 20 menit. Kuhikmahkan penerbangan kali ini dengan pikiran kosong yang tenang, bahwa semua sudah ditur oleh tuhan, seperti.awan yang mengugus acak rapih, seperti ombak yang tak pernah lelah menggulung, seperti hikmah yang selalu menyejukkan hati.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menanti,Menunggu dan Berharap

NURHIDAYAH (tak berjudul)

RAMADHAN TANPAMU