FISMAL PANGERAN ISTANBUL (ISTANA ATUBUL DA)
Aku barus saja mau mandi, tiba-tiba
berdering telponku dan kulihat nomer yang lama itu muncul di layar kecil
handphone genggam merek andalan orang Maluku, terik hari itu membuatku
bercucuran keringat setelah mencuci baju. kuangkat telpon itu dan bicara dengan
Bapak PIARA (Bapak Agus), kami saling menanyakan kabar, tentang sekolah,
tentang desa dan tentang Fismal.
Hari ini suaranya lantang sekali, kudengar
ia berlari saat bapak memanggilnya untuk bicara dengan ku melalui telpon
genggam miliknya,
"Fismal sudah besar" katanya
lantang.
Samar-samar kembali kuingat di tahun 2015,
perjumpaan kami yang begitu eksentrik, Ia malu-malu, menjabat taanganku saat
pertama kali datang di rumahnya, mama mencoba menjelaskan kepadaku bahwa ia
mungkin malu karena baru ketemu sore hari itu.
Fismal semakin percaya diri, Ia dengan
bangganya memberi tahu bahwa Ia sudah masuk SD kelas 1 di Atubul, bersama
beberapa teman kanak-kanaknya kala itu, Fismal juga mengatakan bahwa Trio kecil
sudah TK sedang Parwan kakaknya sudah SMP.
Pikiranku melayang sembari ia bercerita
tentang permainannya, Aku merasa sepertinya sudah lama sekali kutinggalkan dia,
sedari 2015 hingga 2016 kami bersama, dan sekarang sudah 2018, sudah sekitar 2
tahun dan semua perubahan itu terasa cepat.
Fismal adalah adik angkatku, saat orang
tuanya Mama Nona dan Bapak Agus menerimaku untuk tinggal di rumahnya menjadi
anak PIARA yang bertugas selama setahun di desa atubulda, desa Fismal sendiri,
umurnya masih 4 tahun waktu itu, dan di awal perkenalan kami butuh waktu untuk
akrab dengannya, sikap malunya terhadap orang baru menjadi tantangan sendiri
untukku.
Belum semingu aku tinggal dirumhanya, aku
sudah akrab dengan anak didikku di SMP, dan bahkan anak-anak SD di desa itu
terlihat penasaran denganku, ku lihat Fismal semakin hari sikap pemalunya sudah
memudar, dan ternyata memang ia bukanlah tipikal pemalu bahkan ia adalah anak
dengan dominasi yang besar di kelompok sebayanya. perlahan kami mulai akrab dan
ia memanggilku dengan sebutan khas "Kakak Guru".
Fismal sebenarnya anak yang manja, bagaimana tidak; Ia merupakan anak
terakhir dari 4 bersaudara dan kesemuanya laki-laki, aku teringat cerita Mama
Nona mengenai fismal yang kelahirannya sangat dinanti, waktu itu seluruh
keluarga besar Fam Rumwarin dan Batlayeri menantikan sosok anak perempuan dari
Mama Nona, maka sedari Ambon Mama sudah menyiapkan pakaian bayi yang disiapkan
untuk anak perempuan, kebanyakan warnanya adalah merah muda, ini sengaja
disiapkan mama karena ia sudah sangat yakin bahwa selanjutnya adalah anak
perempuan.
Namun Tuhan berkehendak lain, bayi mungil
itu lahir dengan kulit putih dan bersih dan gagah, Fismal baru saja lahir dan
memberi hikmah bahwa Tuhan maha berkehendak, seberapapun manuasia merencanakan
Tuhan-lah yang menentukan, Mama dan Bapak menerima Fismal dengan lapang dada,
ia yakin bahwa fismal adalah pemberian Tuhan yang maha baik dan harus di jaga,
dirawat, dibimbing dengan penuh kasih sayang.
Malam dimana aku dan bapak selesai makan
malam, Fismal dipakaiakan baju oleh mama, kulihat celana dalam yang
dipasangkannya berwarna merah muda, Aku tersenyum dan bertanya ke Fismal.
"Celana Fismal warna pink yah?."
"Seng Apa-apa ndee" jawab nya
merona.
Bapak mulai tertawa dan menceritakan
tentang persiapan kelahiran fismal yang persis sama diceritakan mama
sebelumnya. kami pun terbahak-bahak di depan televisi malam itu.
Aku dan Fismal kini akrab seperti kakak
adik seutuhnya, dia sangat suka bercerita meski terbata-bata, ku suka mendengar
suaranya yang lucu, ia suka menggangguku dan demikian sebaliknya, suatu hari ia
mendapat hukuman dari bapak karena melanggar peraturan yang sudah di sampaikan
padanya, Sepulang sekolah aku baring di ranjang kamarku, kumerasa ada yang
aneh, bulir pasir tersasa di siku ku saat ku masukkan di bawah bantal, kakiku
juga merasakan bulir pasir yang semakin banyak, sangking capeknya aku tak
sempat memperhatikannya, kubersihkan dan kembali mengambil posisi tidur, setelah
terbangun aku pun mencari Fismal dan menanyakan tentang pasir yang berserakan
di kasur, dengan polosnya ia mengiyakan bahwa dialah yang melakukannya sepulang
bermain pasir di belakang rumah bersama temannya.
Parwan mendengar hal tersebut dan segera
melaporkan ke bapak, sebenarnya aku sudah sangat senang mendengar kejujuran
Fismal, namun ternyata bapak sudah melarang anak-anaknya untuk masuk ke kemarku
dengan alasan apapun tanpa seizinku apalagi mengotori ranjang, tidak
kubayangkan sebelumya bahwa bapak akan marah karena fismal sudah melanggar
peraturannya.
Sebilah bambu dari bambu pagar yang rusak
di ambil bapak dari belakang rumah, mata Fismal mulai berkaca-kaca, bapak
menanyakan kembali perihal kejadian tersebut, Fismal mengakuinya, namun dengan
tegas bapak sekali lagi melarang fismal masuk ke kamarku jika bukan aku yang
mengizinkan, bersamaan dengan peringatannya bambu sudah menempel di bokong
fismal, hanya sekali bambu itu menyentuhnya dengan tegas namun tangisannya
melimpah ruah, aungannya memecah pantai, ombak pun memalu dikalahkan suara
fismal.
seketika mama datang dan mengambil fismal,
memeluknya dan menenangkannya. mama juga kaget dengan kejadian itu, namun
seorang mama tidak akan tega melihat anaknya menangis meski ia bersalah,
disitulah kulihat betapa sayangnya mama terhadap Fismal.
****
Desa Atubul Da adalah desa yang
berada di kecamatan Wertamrian Kabupaten Maluku Tenggara Barat. kerana
merupakan kabupaten yang baru Maluku Tenggara Barat lebih dikenal sebagai Kepulauan
Tanimbar, berada di daerah yang berbatasan lansung dengan Australia dan Laut
Banda dan Laut Timur iklim panas terasa lebih panjang, Kontur alam yang
berbukit dan berbatu membuat nenek moyang mereka harus hidup di pinggir pantai
disepanjang pulau, hingga sekarang belum ada desa yang berada di lereng gunung.
sehingga aku dan teman-temanku menjulukinya "Negeri Pinggriran".
Garis kehidupan membawa bentala ini
menjadi keras, bertahan hidup tanpa beras membuat negeri ini bertahan dengan
umbi-umbian dan makanan berkarbohidrat lainnya seperti pisang dan jagung. saat
datang di pulau ini saya sama sekali tidak menjumpai lahan pertanian padi
seperti di sulawesi. mereka harus memberi beras dari pedagang dengan harga dua
kali lipat.
Di desa inilah Fismal besar dan hidup
menjadi anak-anak yang polos, ketika bermain di luar rumah maka lingkungan akan
mengajarkannya banyak hal, tentunya ada yang positif dan juga ada yang negatif.
cara bicara orang maluku memanglah berbeda dengan cara bicara orang jawa
tentunya. fismal kemudian terbiasa mendengar kata-kata yang tidak baik untuk di
ucapkan ketika berkecimpun bersama anak-anak dan pemuda yang jauh dari
umurnya, kata-kata yang sering di lontarkan ialah kata-kata BAMAKI yang biasa
dikatakan jika satu teman kesal kepada teman lainnya, namun karena ketidak
tahuan anak-anak tentang penggunaan kata yang benar atau sederhananya anak-anak
masih belum bisa membedakan yang baik dan yang banar, maka acap kali ke orang
dewasa pun anak-anak akan mengatakan perkataan BAMAKI jika merasa tidak
dihiraukan atau disepelehkan.
Sejatinya anak-anak ini masih polos,
seperti Fismal yang baru berumur 4 tahun dan harus mendengar kata-kata seperti
itu setiap harinya, perlunya pengawasan orang dewasa menjadi penting dalam masa
pertumbuhan anak-anak, agar kelak tidak ada lagi anak-anak yang mengatai orang
tuanya dengan kata yang tak pantas.
Sekali waktu fismal marah padaku karena
tidak kubiarkan minum extrajoss susu buatan mama, ia BAMAKI di depan mama dan
bapak, spontan saja bapak kesal dengan kata-katanya.
“Eeeee....siapa ajar ko Bamaki?.” Tanya Bapak.
“Fismal, barang Fismal dengar dari siapa
kata Bamaki begitu?.” Tambah Mama.
“Bapak Tengah nde..” jawab Fismal.
“Fismal jangan bilang begitu lagi eeee”
aksen maluku ku mulai ada karena sudah mulai terbiasa.
Beberapa hari setelah itu, Aku dan Fismal
bersama mama memasak di dapur, kemudian Ia dan Parwan baru selesai mengambil
kepala di pinggir pantai, Fismal meminta parang padaku sedang aku mengaduk
sayur siang itu, ia mulai berteriak dan masih saja meminta, kucoba mencari dan
tak kudapati parang tersebut, ia mulai mengatakan perkataan BAMAKI kepadaku,
Mama sontak kaget dengan perkataannya, aku memberikan sondok itu ke mama dan
mengambil Fismal yang baru selesai engeluarkan kata-kata itu, Ku ajak ia bicara
dan mengatakan itu perkataan yang tidak baik, ku pegang ia lalu kurangkul dari
belakang, Fismal melawan dan merontak, aku terus mengatakan itu tidak baik,
semakin ia melawan semakin kupeluk dirinya, Mama memperhatikanku dan berkata
pukul saja kakak guru, tapi aku hanya memeluknya dan terus menasehatinya. Sampai
ia kemudian menerima dan diam.
Mama memberikan parang yang dicari Fismal
dan aku membantunya membuka kelapanya, aku, parwan dan Fismal menikmati kelapa
muda segar di siang nan terik itu.
Seminggu sekali di hari Jumat, aku ke kota
dan bertemu teman-teman seperjuangan di masjid, kami harus melakukan ini karena
tidak ada pilihan lain kecuali ke kota untuk beribadah shalat jumat, dan sore
kami harus kembali kedesa untuk melaksanakan tugas keesokan harinya. Selagi di
kota saya biasa belanja kebutuhan mengajar dan cemilan untuk Fismal. Jadi
setiap hendak ke kota pasti Fismal memesan wafer atau coklat kesukaannya. Sepulang
dari kota aku akan di nanti Fismal dengan riang, dan berteriak
“YEAH! Kak Guru datang!.”
Aku suka sekali moment itu, moment dimana
ia mendapatkan wafer andalanya dan membuat ia menjadi dermawan seketika, satu
dos kecil ia bisa bagi-bagi ke teman sepermainnya dan sebagian disimpan untuk
dimakan esok harinya.
Aku suka ssat Fismal bernyanyi, lagunya
yang paling ia handalkan ketika kuminta bernyanyi adalah lagu mengenai anggota
tubuh.
Kepala,
pundak, siku, jari, lutut, kaki.
Daun
telinga, mata, hidung, mulut.
Kepala,
pundak, siku, jari, lutut, kaki.
Ia akan bernyanyi dan memegang bagian tubuh
yang disebutkan, setelah selesai ia akan mengulang lagu tersebut dengan ritme
yang lebih cepat, kulihat senyum manisnya menggelora kala salah memegang bagian
tubuh yang dinyanyikannya.
Bagaimanapun dia, ia tetaplah Fismal,
adikku yang masih belajar mengenal dunia, manjanya kepada mamanya, kuatnya
ketika bersama bapaknya, dan dominasinya kepada teman sebayanya, juga lucunya
ketika bersama denganku, merupakan refleksi seorang anak dari siapa saja yang
berada di sekitarnya yang akan membentuk dirinya menjadi manusia seutuhnya.
Perlunya Pengawasan orang tua, juga
pentingnya orang tua menjadi panutan di dalam rumah tangganya menjadi penentu
anak itu menjadi pribadi seperti apa, orang tua dahulu mengatakan “Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya.”
Kutulis kan ini atas kerinduanku terhadap
Fismal, kulayangkan sejuta harapan kepada siapapun yang bersamanya agar membina
Fismal menjadi pribadi yang bisa bermanfaat untuk keluarga dan lingkungan
sekitarnya dimanapun ia berada.
Noye, kk guru
BalasHapusFismal lucu skali mha 😂😂
Noye, kk guru
BalasHapusFismal lucu skali mha 😂😂